A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas
lulusan SLTP membawa konsekuensi di bidang pendidikan, antara lain perubahan
dari model pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based program) ke model
pembelajaran berbasis kompetensi (competencies
based program). Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun
proses pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau
satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan
kemasan kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata
pelajaran yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket
kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus
berorientasi pada pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Hal demikian menuntut
kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar mencapai hasil yang
maksimal. Oleh kerana itu peran guru dalam konteks pembelajaran menuntut
perubahan, antara lain : (a) peranan guru sebagai penyebar informasi semakin
kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing, penasehat, dan
pendorong, (b) peserta didik adalah individu-individu yang kompleks, yang
berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu yang berbeda
pula, (c) proses belajar mengajar llebih ditekankan pada belajar daripada
mengajar (Laster, 1985).
Ada dua
hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan pergeseran peran guru
dalam pembelajaran, yaitu :
- Cara pandang
guru terhadap siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek
pengajaran, tetapi siswa sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam diri siswa terdapai berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh
katena itu dalam konteks pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan
dorongan kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
- Guru diharapkan
mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan masalah yang
dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat. Antara lain
dengan cara memberikan tantangan
yang berupa kasus-kasus yang sering terjadi di masyarakat yang terkait
bidang studi. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada akhirnya dapat digunakan
sebagai bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai tantangan di
masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi diharapkan bisa ikut ambil bagian dalam
mengembangkan potensi masyarakatnya.
1.
Prinsip pembelajaran KBK
Prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk
mencapai kefektifan dan efisiensi pengelolaan KBK di SLTP, antara lain :
a. Pembelajaran berfokus pada siswa (student cenrtered), artinya orientasi pembelajaran terfokus kepada
siswa. Siswa menjadi subyek pembelajaran dan kecepatan belajar siswa yang tidak
sama perlu diperhatikan.
b. Pembelajaran terpadu (integrated
learning), maksudnya pengelolaan pembelajaran/KBM dilakukan secara integratif.
Semua tujuan pembelajaran yang berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai
bermuara pada satu tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan.
a. Pembelajaran individu (individual learning), artinya siswa memiliki peluang untuk
melakukan pembelajaran secara individual.
b. Belajar tuntas (mastery
learning), maksudnya pembelajaran mengacu pada ketuntasan belajar kemampuan
dasar melalui pemecahan masalah. Setiap individu dan kelompok harus menuntaskan
pembelajaran satu kemampuan dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya.
c. Pemecahan masalah (problem solving), artinya
proses dan hasil pembelajaran mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada
di masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual.
d. Experience-based learning, yakni pembelajaran dilaksanakan melalui
pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai kemampuan belajar
tertentu.
e. Selain pemanfaatan prinsi-prinsip tersebut, guru
dimungkinkan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan
tuntutan perkembangan.
B.
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.
Belajar Aktif
Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai
suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu bersifat tetap dan berbekas.
Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan proses perubahan tingkah
laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya.
Belajar merupakan usaha seseorang untuk membangun
pengetahuan dalam dirinya. Dalam proses belajar terjadi perubahan dan
peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan siswa, baik dari segi
kognitif, psikomotor maupun afektif.
Belajar aktif (sering dikenal sebagai “cara
belajar siswa aktif”) merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem
pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri.
Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar aktif. Untuk
dapat mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa
agar bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna terjadi bila siswa berperan
secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang akan
dipelajarinya.
Belajar aktif merupakan perkembangan dari
teori Dewey learning by doing (1859-1952).
Dewey sangat tidak setuju pada rote
learning “belajar dengan menghafal”. Dewey merupakan pendiri sekolah Dewey
School yang menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu bahwa siswa
perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan siswa akan
hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam
suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan sarana
bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru dalam belajar
aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna.
Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang
berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali
potensi siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,
keterampilan, serta pengalaman.
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa
diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan
potensi yang dimilikinya. Di samping itu siswa secara penuh dan sadar dapat
menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya, lebih terlatih
untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis, tanggap, sehingga dapat
menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang bermakna
baginya.
Selanjutnya, belajar aktif menuntut guru
bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan
prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan efisien. Artinya, guru dapat
merekayasa model pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis dan
menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa.
Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan :
a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara
optimal dalam proses pembelajaran.
b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru
c. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa
dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh di masyarakat
d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata pelajaran
bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat
e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
siswa secara bertahap dan utuh
f. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
kemampuannya
g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan
sebagai pendekatan belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai
manusia seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang
hayatnya, dan untuk membina profesionalisme guru.
2.
Pembelajaran
Mengajar atau “teaching” adalah membantu
siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan,
nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekpresikan dirinya, dan cara-cara
belajar bagaimana belajar (Joyce dan Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa.
Secara implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih, menetapkan,
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi
pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari
perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat
perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.
Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai
salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber
belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena
itu pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan
bukan pada “äpa yang dipelajari siswa”. Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi
pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata
interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara
optimal. Pembelajaran perlu direncanakan dan dirancang secara optimal agar
dapat memenuhi harapan dan tujuan.
Rancangan Pembelajaran hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan
lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan untuk memungkinkan seseorang
berproses dalam belajar (belajar untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan
melakukan kegiatan nyata) secara maksimal.
b. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan
karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif
dalam proses konstruksi, dekonstruksi dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan
kemampuan.
c. Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan.
Ketersediaan media dan sumber belajar yang memungkinkan siswa memperoleh
pengalaman belajar secara konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu
diupayakan oleh guru yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar
siswanya.
d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara
formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman belajar secara
berkesinambungan dan dalam bingkai belajar sepanjang hayat (life long
contiuning education).
3.
Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif adalah
pembelajaran dimana siswa memperoleh keterampilan-keterampilan yang spesifik,
pengetahuan dan sikap serta merupakan pembelajaran yang disenangi siswa.
Intinya bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi
perubahan-perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor (Reiser
Robert, 1996).
a. Ciri-ciri pembelajaran efektif :
o Aktif bukan pasif
o Kovert bukan overt
o Kompleks bukan sederhana
o Dipengaruhi perbedaan individual siswa
o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
b.
Kriteria :
o Kecermatan penguasaan
o Kecepatan unjuk kerja
o Tingkat alih belajar
o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)
4.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran
lebih dipentingkan daripada hasil.
Landasan
filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme,
yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar
menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak siswa sendiri.
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proporsi yang
terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Dalam konteks itu, siswa
perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan
bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna
bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan sebagai diri sendiri
yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang
bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya ini, siswa
memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam pembelajaran
kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan belajar. Oleh
karena itu guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru
(pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata
guru.
Pembelajaran
kontektual merupakan salah satu dari sekian banyak model pembelajaran, pembelajaran kontekstual
dikembangkan dengan tujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara
fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari
satu konteks ke konteks lainnya.
a. Perbedaan pembelajaran kontektual dan
konvensional
Pola pembelajaran kontekstual
berbeda dengan pembelajaran konvensional yang selama ini dikenal. Perbedaan
tersebut tergambar dalam tabel berikut.
Pembelajaran Konvensional
|
Pembelajaran Kontektual
|
· Menyandarkan pada hafalan
|
· Menyandarkan pada memori spasial
|
· Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
|
· Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu
siswa
|
· Cenderung terfokus pada satu bidang tertentu
|
· Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
|
· Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai
pada saatnya diperlukan
|
· Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan
awal yang telah dimiliki siswa
|
· Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan
akademik berupa ujian ulangan
|
· Menerapkan penilaian auntentik melalui penerapan
praktis dalam pemecahan masalah
|
b.
Komponen Utama Pembelajaran
Kontekstual.
Pendekatan
kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (contructivism),
menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Model pembelajaran kontektual dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Penerapan model
pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
1).
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya
2).
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3).
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4).
Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5).
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6).
Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7).
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
d. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang
dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan
peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran konekstual
memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1).
merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental
siswa (developmentally appropriate)
2). membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent
learning group)
3). Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran
mandiri (self regulated learning) yang mempunyai karakteristik :
kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
4). Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of
student)
5). Memperhatikan multi-intelegensi siswa (mltiple intelligences), spasial-verbal,
linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik, naturalis, badan-kinestetika,
intrapersonal, dan logismatematis. (Gardner, 1993)
6). Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan
pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir
tingkat tinggi.
7). Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
e.
Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
1).
Adanya kerjasama
2).
Saling menunjang
3).
Menyenangkan, tidak
membosankan
4).
Belajar dengan bergairah
5).
Pembelajaran terintegrasi
6).
Menggunakan bebagai sumber
7).
Siswa aktif
8).
Sharing dengan teman
9).
Siswa kritis, guru kreatif
10).
Laporan kepada orang tua
berujud, rapor, hasil karya siswa, laporan praktikum, dan karangan siswa, dll.
f. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian
authentik, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1). Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung
2). Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif
3). Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat
fakta
4). Berkesinambungan